SERTIFIKASI JANGAN DINODAI
Oleh : Sidi N
Alhamdulillah... UU guru dan dosen sudah di
gulirkan. Ada angin segar menerpa gurun sahara yang telah lama dilanda kemarau
panjang. Angin yang selama ini tak berair terasa panas dan menyesakkan dada.
Jangankan untuk tumbuh bunga yang berwarna-warni dan wangi, rumput saja
mengering dan enggan untuk bersemi.
Gambaran itulah yang pantas diimajinasikan.
Profesi guru telah dilecehkan selama ini, pengkebirian dan penghianatan
terhadap amanat UUD 45 untuk sebuah jabatan yang mulia yang disebut profesi
guru. Jangankan untuk mengembangkan kemampuan , familier dengan teknologi,
untuk memenuhi kebutuhan perut saja masih kurang. Setelah sekian lamanya
ternyata kebijakan pemerintah yang berfihak rakyatlah yang akhirnya menang.
Saat ini pekik hidup guru tidak hanya diterikan
dalam rapat-rapat guru, pertemuan PGRI saja tetapi sudah masuk dalam lubuk hati
tiap insan pendidik bangsa. Mulai yang berstatus PNS / Honorer, Guru negeri
maupun swasta. Kesenjangan itu mulai diperbaiki seiring munculnya UU Guru dan
dosen. Dari rahim UU itulah kesejahteraan lahir berupa program sertifikasi
salah satunya.
Sertifikasi saat ini menjadi anak yang manis dan
menyenangkan. Kelahirannya yang ditunggu menjadi anugrah yang luar buar biasa.
Pesta syukuran dilaksankan agar si jabang bayi mungil segera dewasa dan mampu
berbuat banyak bagi bangsa ini.
Dasar hukum
Dasar hukum yang digunakan sebagai acuan pelaksanaan
sertifikasi guru dalam jabatan adalah sebagai berikut.
- Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
- Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
- Peraturan
Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
- Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar
Kualifikasi dan Kompetensi Guru
- Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi
Guru dalam Jabatan
Sertifikasi jangan dinodai!
“Pelaksanaan Sertifikasi Guru merupakan salah satu
implementasi dari Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Agar sertifikasi guru dapat direalisasikan dengan baik perlu pemahaman bersama
antara berbagai unsur yang terlibat, baik di pusat maupun di daerah ( dr. Fasli Jalal, Ph.D ). Munculnya
program sertifikasi ternyata ikut dirasakan oleh fihak lain, disamping para
keluarga pendidik itu sendiri. Mulai dari birokrasi yang yang secara langsung /
tidak langsung bersentuhan dengan dunia pendidikan.
Tetapi yang menjadi masalah adalah adanya
oknum-oknum yang secara sengaja memanfaatkan kesempatan itu. Mekanisme
sertifikasi sesungguhnya secara gamblang menyebutkan bahwa guru yang
tersertifikasi adalah guru yang telah memenuhi persyaratan standar kompetensi
guru. Dan kalau dicermati, banyak guru-guru yang seharusnya secara otomatis
masuk dalam persyaratan itu. Menginggat banyak guru yang sudah sekian puluh
tahun berdiri didepan kelas mengabdikan dirinya. Dan apa yang telah dikerjakan
selama ini adalah melebihi dari apa yang telah mereka kumpulkan dalam porto folio.
Pengumpulan porto folio menjadi hal yang
dicari-cari. Usaha keras dalam kegiatan “berburu
dan meramu” menjadi kegiatan yang
terus dilakukan. kegiatan pelatihan makin marak diikuti dan diselenggarankan.
Laksana gayung bersambut, semua kegiatan yang berlabel diklat, seminar laris
manis. Mulai dari yang bertajuk lokal, nasional sampai internasional semua
sukses. Resikonya guru harus merogoh kocek lebih dalam untuk kegiatan itu. Yang
menjadi pertanyaan sudah profesionalkah guru-guru yang berlabel tersertikasi
dengan model ini? Ataukah hanya mengikuti kebijakan saja agar selamat dalam
karir? Dan mungkinkan bangsa ini menerima hasilya? Jawabanya ada dilubuk hati
guru dan orang-orang yang cinta akan pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar