Selasa, 27 September 2011

SERTIFIKASI JANGAN DINODAI


SERTIFIKASI JANGAN DINODAI
Oleh : Sidi N

Alhamdulillah... UU guru dan dosen sudah di gulirkan. Ada angin segar menerpa gurun sahara yang telah lama dilanda kemarau panjang. Angin yang selama ini tak berair terasa panas dan menyesakkan dada. Jangankan untuk tumbuh bunga yang berwarna-warni dan wangi, rumput saja mengering dan enggan untuk bersemi.
Gambaran itulah yang pantas diimajinasikan. Profesi guru telah dilecehkan selama ini, pengkebirian dan penghianatan terhadap amanat UUD 45 untuk sebuah jabatan yang mulia yang disebut profesi guru. Jangankan untuk mengembangkan kemampuan , familier dengan teknologi, untuk memenuhi kebutuhan perut saja masih kurang. Setelah sekian lamanya ternyata kebijakan pemerintah yang berfihak rakyatlah yang akhirnya menang.
Saat ini pekik hidup guru tidak hanya diterikan dalam rapat-rapat guru, pertemuan PGRI saja tetapi sudah masuk dalam lubuk hati tiap insan pendidik bangsa. Mulai yang berstatus PNS / Honorer, Guru negeri maupun swasta. Kesenjangan itu mulai diperbaiki seiring munculnya UU Guru dan dosen. Dari rahim UU itulah kesejahteraan lahir berupa program sertifikasi salah satunya.
Sertifikasi saat ini menjadi anak yang manis dan menyenangkan. Kelahirannya yang ditunggu menjadi anugrah yang luar buar biasa. Pesta syukuran dilaksankan agar si jabang bayi mungil segera dewasa dan mampu berbuat banyak bagi bangsa ini.
Dasar hukum
      Dasar hukum yang digunakan sebagai acuan pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan adalah sebagai berikut.
  1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
  2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
  4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru
  5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru dalam Jabatan
Sertifikasi jangan dinodai!
“Pelaksanaan Sertifikasi Guru merupakan salah satu implementasi dari Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Agar sertifikasi guru dapat direalisasikan dengan baik perlu pemahaman bersama antara berbagai unsur yang terlibat, baik di pusat maupun di daerah ( dr. Fasli Jalal, Ph.D ). Munculnya program sertifikasi ternyata ikut dirasakan oleh fihak lain, disamping para keluarga pendidik itu sendiri. Mulai dari birokrasi yang yang secara langsung / tidak langsung bersentuhan dengan dunia pendidikan.
Tetapi yang menjadi masalah adalah adanya oknum-oknum yang secara sengaja memanfaatkan kesempatan itu. Mekanisme sertifikasi sesungguhnya secara gamblang menyebutkan bahwa guru yang tersertifikasi adalah guru yang telah memenuhi persyaratan standar kompetensi guru. Dan kalau dicermati, banyak guru-guru yang seharusnya secara otomatis masuk dalam persyaratan itu. Menginggat banyak guru yang sudah sekian puluh tahun berdiri didepan kelas mengabdikan dirinya. Dan apa yang telah dikerjakan selama ini adalah melebihi dari apa yang telah mereka kumpulkan dalam porto folio.
Pengumpulan porto folio menjadi hal yang dicari-cari. Usaha keras dalam kegiatan “berburu dan meramu”  menjadi kegiatan yang terus dilakukan. kegiatan pelatihan makin marak diikuti dan diselenggarankan. Laksana gayung bersambut, semua kegiatan yang berlabel diklat, seminar laris manis. Mulai dari yang bertajuk lokal, nasional sampai internasional semua sukses. Resikonya guru harus merogoh kocek lebih dalam untuk kegiatan itu. Yang menjadi pertanyaan sudah profesionalkah guru-guru yang berlabel tersertikasi dengan model ini? Ataukah hanya mengikuti kebijakan saja agar selamat dalam karir? Dan mungkinkan bangsa ini menerima hasilya? Jawabanya ada dilubuk hati guru dan orang-orang yang cinta akan pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar