REFLEKSI FILM FREEDON OF WRITINGS
DAFTAR
ISI
DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………………………………….2
BAB I PENDAHULUAN
………………………………………………………………..3
BAB II
PERMASALAHAN……………………………………………………………...6
BAB III KESIMPULAN………………………………………………………………...16
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………………17
BAB
I
PENDAHULUAN
Film
drama yang sangat menyentuh. Diangkat dari kisah nyata dan menurut saya setara
“Laskar Pelangi” kalau di Indonesia.
Cerita yang diangkat agak mirip yaitu ber-setting di sebuah sekolah dan
aktor utama seorang guru yang harus berhadapan situasi yang tidak diharapkan
saat masih dibangku kuliah. Seorang guru bahasa Inggris yang mendorong anak
didiknya untuk merubah hidup lewat menulis. Bedanya, "Freedom
Writers" bercerita dengan latar belakang kerusuhan antar gang ras di
Amerika sementara “Laskar Pelangi” bercerita tentang kondisi sekolah swasta
yang miskin dan hampir digusur karena tidak memenuhi syarat jumlah.
Hillary
Swank yang berperan sebagai guru baru bernama Erin Gruwell ditempatkan di
sebuah sekolah umum sebagai guru muda. Erin Gruwell kemudian masuk di sekolah
ini dengan membawa idealisme yang tinggi. Dengan kemampuannya, Erin mampu
menyentuh hati siswanya hingga mengubah mereka yang brutal menjadi siswa yang
normal seperti yang lainnya. Semangatnya yang membara mampu menaklukan
tantangan. Lewat berbagai cara, akhirnya ia mendapat perhatian dari anak
didiknya dan mulailah terjadi perubahan. Bahkan tidak hanya itu, benih
pembauran mulai tumbuh diantara para murid. Tetapi, tentu saja tidak semudah
itu keberhasilan dicapai. Ada banyak halangan mulai dari para anggota gang lain
sampai dengan para guru yang tidak senang kepada Gruwell. Bahkan suami Gruwell
meninggalkannya karena menurut dia Gruwell lebih mementingkan karirnya daripada
kehidupan berkeluarga.
Begitu
pula dengan Bu Muslimah dalam film “Laskar Pelangi” dimana untuk memperjuangkan
anak-anak miskin, beliau harus mengorbankan segala yang dipunyainya. Bahkan dengan
pendapatan yang tidak seberap beliau bersemangat untuk mengajar. Dan ibu
Muslimah bahagia dengan profesinya walau berat.
Ini
adalah novel pertama dari Andrea Hirata Seman. Diawali saat SD Muhammadiyah,
sekolah kampung di Belitong dengan fasilitas yang sangat terbatas bahkan minus,
membuka pendaftaran untuk murid baru kelas satu. Hingga saat-saat terakhir
pendaftaran hanya 9 orang anak yang mendaftar dan siap masuk kelas di hari
pertama. Padahal sekolah reot ini sudah diancam untuk membubarkan diri jika
murid barunya kurang dari 10 orang.
Di kalangan
bawah, menyekolahkan anak berarti mengikatkan diri pada beban biaya yang harus
ditanggung selama bertahun-tahun. Dan tertutupnya kesempatan untuk
mempekerjakan si anak secara penuh waktu demi membantu mengurangi beban hidup
yang semakin berat.
Jika tak ada
Harun, seorang anak berusia 15 tahun dengan keterbelakangan mental, yang
disekolahkan oleh ibunya agar tidak cuma mengejar anak ayam di rumah, tentu
tidak pernah terjadi kisah ini. Ikal tidak akan pernah bertemu, berteman satu
kelas dengan Lintang, Mahar, Syahdan, A Kiong, Kucai, Borek alias Samson,
Sahara, Trapani, dan Harun. Tidak akan pernah bertemu Bu Muslimah, guru penuh
kasih namun penuh komitmen untuk mencerdaskan anak didiknya. Dan tidak akan
pernah ada Laskar Pelangi, yang di musim hujan selalu melakukan ritual melihat
pelangi sore hari dengan bertengger di dahan-dahan pohon filicium yang ada di
depan kelas mereka.
Anak-anak
Laskar Pelangi dalam keterbatasan dan kesederhanaan bisa menemukan pencapaian
puncak dan petualangan seru di masa kanak-kanak hingga remajanya. Kesederhanaan
mereka memang membatasi, dan kadang membuat mereka sedih dan minder, tapi
mereka tidak tenggelam dalam keluhan dan tangisan. Anak-anak itu tetap berjuang
hingga batas terakhir kemampuannya.
Dipandu oleh guru
hebat seperti Bu Muslimah, seorang ibu guru yang mengabdikan hidupnya untuk
mendidik anak-anak walaupun tidak memberikan materi yang mencukupi. Wanita
lembut penuh kasih tapi juga bisa tegas ketika anak didiknya melenceng dari
jalur. Dia memberikan kesempatan anak didiknya untuk berkembang seluas-luasnya,
walau tetap dalam keterbatasan.
BAB
II
PERMASALAHAN
Dari kedua tokoh itu, baik Erin
Gruwell maupun Ibu Muslimah merupakan
Guru hebat. Mereka juga mampu menciptakan inovasi pembelajaran yang hebat, serta
mampu menghatarkan anak didiknya menjadi orang-orang hebat. Tanpa bimbingannya
niscaya hal itu terjadi.
Menjadi guru
sesungguhnya jabatan yang dimuliakan. Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi
formal. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan suatu hal
yang baru dapat juga dianggap seorang guru.
Dalam agama Hindu guru merupakan simbol bagi suatu tempat suci yang
berisi ilmu (vidya) dan juga pembagi ilmu. Seorang guru adalah pemandu
spiritual/kejiwaan murid-muridnya. Dalam agama Budha guru
adalah orang yang memandu muridnya dalam jalan menuju kebenaran. Murid seorang
guru memandang gurunya sebagai jelmaan Budha atau Bodhisattva.
Dalam agama Sikh, guru mempunyai makna yang mirip
dengan agama Hindu dan Buddha, namun posisinya lebih penting lagi, karena salah
satu inti ajaran agama Sikh adalah kepercayaan terhadap ajaran Sepuluh Guru
Sikh. Hanya ada sepuluh Guru dalam agama Sikh, dan Guru pertama, Guru Nanak
Dev, adalah pendiri agama ini.
Orang India, China, Mesir, dan Israel menerima
pengajaran dari guru yang merupakan seorang imam atau nabi. Oleh sebab itu
seorang guru sangat dihormati dan terkenal di masyarakat serta menganggap guru
sebagai pembimbing untuk mendapat keselamatan dan dihormati bahkan lebih dari
orang tua mereka.
Dari latar
belakang tersebut diatas, maka akan muncul suatu permasalahan ketika paradikma
mulia berhadapan dengan paradikma dunia nyata seperti sekarang ini. Jabatan
guru syarat dengan masalah, menjadi guru tidak lagi bisa diharapkan bagi
sebagian besar anak-anak yang punya potensi. Jabatan guru hanya sebagai profesi
alternatif ketika “menthok” untuk mendapatkan profesi yang diharapkan. Banyak
sarjana hukum, sarjana ekonomi ataupun lainnya menjadi guru setelah gagal dalam
meniti karirnya. Banyak yang mengaku pengamat, maupun praktisi pendidikan yang
berlatar belakang bukan dari dunia pendidikan dan mereka mengklaim
Ahli/Pakar/Pemerhati Pendidikan.
Menjadi guru
tidak saja berbekal materi dan kemampuan semata, melainkan membutuhkan
pelatihan khusus. Pelatihan inilah yang membedakan mereka dengan sebutan
profesional dibidangnya yaitu profesi pendidikan. Mustahil kalau mereka
menganggap profesional kalau saja mereka tidak berbekal cukup guna menunjang
profesinya.
BAB
III
PEMBAHASAN
A. SAATNYA
MENJADI GURU YANG HEBAT
Siswa
mengharapkan kehadiran guru yang hebat. Bagi siswa , guru yang hebat tidak
melihat izajah atau banyaknya sertifikat, tetapi guru hebat adalah guru yang
dapat memberikan berbagai kebutuhan kemampuan kepada siswa. Jadi menurut saya ,
dari hasil pengamatan, siswa mengharapkan guru yang multi kemampuan. Kemampuan
yang harus dipunyai adalah sebagai berikut : menguasai bidang pelajarannya,,
menguasai min satu bidang keterampilan, menjadi agamawan, tidak buta terhadap
TIK , Olahraga, kesenian. Mungkin itu yang diharapkan oleh siswa. Seorang guru
matematika akan disukai oleh siswanya apabila dibarengi dengan penguasaan
terhadap musik misalnya, sehingga ketidaksukaan terhadap matematika akan
tertutupi oleh musik.
Guru X
adalah guru matematika , sekarang kuliah lagi S-1 jur. tek informatika,
alangkah bagusnya kolaborasi antara matematika dan Informatika, tetapi
izajahnya hanya dihargai 5 poin pada DUPAK. padahal ilmu informatikanya sangat
bermanfaat bagi semuanya, siswa, guru, sekolah. Pemerintah lebih menghargai
guru Y adalah guru matematika juga , kuliah di S-2 kampung habis 30 jt. Kalau
bagi siswa maka lebih bermanfaat guru X, karena mempunyai bidang keterampilan
yang alngsung dapat dimanfaatkan. Tapi pemerintah nampaknya kurang menghargai
guru multi tersebut. Misal dalam DUPAK, S-1 bidang lain hanya dihargai 5 poin
(sama dengan 5 kali seminar), sungguh suatu penghargaan yang sangat rendah,
padahal manfaat bagi siswanya luar biasa. Dalam sertifikasi , hanya di akui
satu bidang saja.adahal bukan tidak mungkin seseorang profesional dalam bidang
lainya.
Mengajar
bukanlah profesi yang mudah. Untuk menjadi guru hebat melibatkan banyak faktor,
yang apabila digabungkan dengan benar, akan menghasilkan kelas yang sangat
efektif dan siswa yang produktif.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “hebat” dapat
diartikan: terlampau amat sangat ( dahsyat, ramai, kuat, seru, bagus, dsb ).
Dalam tulisan ini yang dimaksud kata “hebat” dapat diartikan: ampuh, sangat
tinggi mutunya, terampil, memberi pengaruh besar. Dengan kata ini, yang
dimaksud guru hebat adalah guru yang memiliki kapasitas melaksanakan semua ciri-ciri
pribadi seperti yang didifinisikan itu sehingga mampu memberi dampak sepanjang
hidup pada kehidupan para siswanya.
Siswa masuk kelas dengan beragam latar belakang, kemampuan
dasar, bakat, tantangan, dan pengalaman. Guru masuk kelas tidak boleh hanya memandang
siswanya bagai “sepotong kue” yang mudah dibuatnya dengan resep racikannya
sendiri. Upaya guru masuk kelas memerlukan pemikiran mendalam yang terus
menerus dikaji sehingga dapat menemukan cara yang tepat untuk menghasilkan cita
rasa yang sesuai dengan keinginan tiap-tiap siswa.
Untuk menjadi “Guru Hebat”, menurut Anita Moultrie Turner
dalam Recipe for Great Teaching: 11 Essential Ingradients ( 2007 )
ada sebelas bahan utama yang dapat disajikan ke dalam proses pembelajaran di
kelas yang bernilai tinggi terhadap harga tinggi pengajaran dan profesi
pengajaran. Sebelas bahan utama yang dimaksud adalah:
(1) Rasa cinta dan kepedulian, bahan utama untuk menjadi
guru hebat adalah cinta pada diri sendiri, cinta pada profesi dan cinta
terhadap siswa. Sebagai guru hebat harus berkata: :Jika saya memberi mereka
kebaikan, maka saya dapat menerima kebaikan dari mereka.” Jika siswa mengagumi
guru, penghormatan segera muncul.
(2) Komunikasi, sering terjadi proses pembelajaran di kelas
bahwa guru hanya mengajar 5 – 10 anak. Mereka bukannya 25 atau 30 atau lebih.
Sebagian besar siswa duduk bermalas-malasan dengan gelombang otak yang tidak
terarah, tidak mendengarkan atau bermain sendiri. Guru hebat harus mengajar
seluruh kelas. Guru harus dapat menciptakan situasi pada anak malas tetapi mau
menunjukkan jarinya sehingga mengalami kesuksesan. Sehingga terjadi komunikasi
yang harmonis antara guru dan siswanya. Di samping dengan siswa, orang tua juga
perlu diajak komunikasi.
(3) Pujian dan harga diri, guru harus optimis dengan melihat
sisi baik anak, jangan sebaliknya memandang siswanya dengan pesimistis. “Anton,
kau terlambat lagi!” Kalimat ini akan menimbulkan rasa malu pada anak. Lain
halnya dengan ucapan, “Anton kemarin kamu datang tepat waktu dan saya senang.
Mulai besok datanglah dengan tepat waktu!” Mengajar dengan menggunakan
pujian-pujian secara konsisten akan menghasilkan kualitas pembelajaran yang
mengagumkan.
(4) Hormat dan harga diri, guru sepenuhnya dapat menjadi
model rasa hormat dan harga diri selama jam sekolah. Guru harus memulai dari
diri sendiri, dengan menjadi model perilaku menghormati ketika mereka
berhubungan dengan rekan kerja dan siswa.
(5) Lingkungan ruang kelas, ciptakan komunitas hangat dan
dapat dipercaya bagi para pembelajar. Supaya terjadi komunikasi yang jelas dan
konsisten pastikan bahwa kelas adalah milik setiap orang. Ciptakan ruang kelas
merupakan lingkungan dengan banyak penglihatan, misalnya: SI, SKL, Visi dan
Misi, Pengumuman, Contoh karya siswa, dll. Pengaturan tempat duduk sangat berpengarauh
terhadap berlangsungnya proses pembelajarn dan hasil belajar.
(6) Manajemen kelas, guru harus menentukan pedoman, aturan,
dan prosedur yang jelas sehingga tercipta interaksi setiap orang di kelas
dengan efektif.
(7) Disiplin, bersikaplah adil dan konsisten. Tangani
perilaku yang tak diharapkan. Buat kontak mata langsung dengan anak sehingga
anak menganggap ada keseriusan. Gunakan kedekatan untuk menempatkan fisik
dengan siswa sehingga anak memahami perilakunya tidak pantas. Tangani disiplin
dengan tenang, lembut, dan sadar. Lakukan dulu perilaku yang diharapkan untuk
ditiru anak. Kaji ulang dengan siswa pada waktu terjadi pelanggaran. Senantiasa
konsisten dengan aturan yang dibuat.
(8) Menyusun buku catatan, semua siswa untuk dibiasakan
memiliki buku catatan yang berisi tentang hasil kerja siswa. Hal ini
diharapkapara siswa belajar bertanggung jawab atas tugas mereka sendiri.
(9) Ketrampilan kehidupan nyata ke dalam kurikulum, sangat
penting siswa memahami bahwa keterampilan yang mereka pelajari di sekolah harus
diubah ke keterampilan nyata yang mereka perlukan agar menjadi orang dewasa
yang sukses, sehat, dan makmur.
(10) Kolaborasi, dalam pembelajaran perlu adanya kolaborasi
antar penyelenggara sekolah baik antar guru dengan guru, antar guru dengan
karyawan maupun guru dengan orang tua siswa. Perlu dibentuk tim untuk
mengadakan pertemuan mingguan dan bulanan, perencanaan pembelajaran, maupun
pengamatan ke kelas siswa. Guru hebat memahami pentingnya kerja kolaborasi
dengan guru lain.
(11) Penyajian, setelah semua bahan dipersiapkan, guru siap
untuk menyajikan ke dalam meja makan pembelajaran. Kelas yang sudah
dipersiapkan adalah milik Anda. Anda memiliki kebeasan pribadi yang besar untuk
memberikan pengaruh positif pada kehidupan anak. Mengajar merupakan profesi
yang bersahaja, terhormat, dan menantang yang mempengaruhi anak-anak, orang tua
mereka, dan masyarakat mereka.
B.
CIRI-CIRI GURU HEBAT
Kalau berkata tentang guru, ada ribuan yang dapat
diceritakan tentang keguruan. Namun, kalau berbicara guru hebat, hanya
segelintir orang yang memenuhi persyaratan. Guru biasa sangat banyak. Guru baik
hanya sedikit. Kemudian, guru hebat ya hanya segelintir orang saja.
Kata bijak menyebutkan bahwa guru biasa menjelaskan, guru
baik mendemonstrasikan, dan guru hebat menginspirasikan. Oleh karena itu,
sekali menjadi guru, ya jadilah guru hebat. Guru hebat adalah guru yang mampu
membenamkan konsep keilmuan di memori siswa secara mendalam, membekas, dan
dibawa siswa sampai kapan pun. Inspirasi siswa berkembang dengan kreatif dan
inovatif karena didasari oleh konsep yang diterima oleh guru. Lalu, bagaimana
ciri guru hebat itu?
Ciri guru hebat sebagai berikut.
1. Ucapan dan intonasinya jelas dan
mudah dipahami. Siswa langsung menyerap makna dari ucapan guru tanpa harus berpikir
lama dan berputar-putar. Ucapan guru tersistem, mantap, dan berterima dengan
kejiwaan siswa.
2.
Bobot
keilmuannya sangat dalam dan luas. Sehari-hari, guru hebat mengikuti
perkembangan zaman untuk memupuk keluasan keilmuannya. Tren zaman dapat cepat
dimaknai oleh guru lalu diolah dengan bahasa guru untuk disajikan ke siswanya.
3.
Orangnya
lugas dan sederhana. Karena yang dihadapi adalah siswa bukan orang dewasa, guru
hebat selalu menyampaikan keilmuannya dengan lugas dan mudah diterima siswanya.
4. Bersahabat dan peduli. Guru biasa
selalu mengambil jarak dengan siswa karena menurutnya wibawa guru akan
terbangun. Namun, tidak untuk guru hebat. Guru hebat bersahabat dengan siswanya
sehingga terbangun kedekatan yang akan mempermudah berkomunikasi. Wibawa justru
dibangun dari persahabatan antara siswa dengan guru.
5.
Kaya
metode dan media. Guru hebat teramat paham kalau siswa itu mudah jenuh,
dinamis, dan kreatif. Menurutnya, mengajar harus menyenangkan, dinamis, dan
kreatif. Jalan yang harus ditempuh adalah menerapkan pembelajaran dengan
multimetode dan multimedia yang sesuai dengan keinginan siswa
C. MENJADI
GURUNYA MANUSIA
“Tidak ada murid yang bodoh, yang ada adalah murid yang
tidak berkesempatan bertemu dengan guru yang baik” (Mario Teguh). Pernyataan motivator
di atas yang membawa titik kesadaran sangat tinggi pada diri kita bahwa
sesungguhnya kita sebagai seorang pendidik yang profesional harus selalu
berbenah dan memperbaiki proses belajar mengajar yang biasa kita lakukan.
Menurut
UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidik merupakan
tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbigan dan pelatihan,
serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi
pendidik di perguruan tinggi.
Kompetensi guru yang sudah lazim didengar dalam pelatihan
masih terlalu “gersang” untuk menggerakkan spirit seorang guru. Entah itu yang
namanya kompetensi kepribadian, pedagogik, profesional maupun kompetensi sosial
seolah menjadi wacana awal seorang pendidik yang kemudian mudah dilupakan, jauh
dari character building seorang pendidik.
Tuntutan meningkatkan kemampuan dan kompetensi guru seperti
dalam PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar nasional Pendidikan yaitu
kompetensi kepribadian, pedagogik, profesional dan sosial
Dalam bukunya “Sekolahnya manusia : Sekolah
berbasis Multiple Intelligences di Indonesia” yang diterbitkan oleh
Mizan Pustaka (2009) menyebutkan, untuk menjadi sekolah yang unggul, salah
satunya harus memiliki “the best teachers” yang mampu menjadi gurunya
manusia, yaitu guru sebagai fasilitator, mengajar dengan menyesuaikan gaya
belajar siswa dan selalu memantik rasa ingin tau siswa sehingga menghasilkan
pelajaran yang mudah dan menyenangkan. Guru yang baik juga harus memiliki
kemaun yang kuat untuk maju.
Dilihat dari faktor “kemauan” untuk maju, maka ada tiga
jenis kelompok guru.
Pertama,
yakni guru yang bekerja persis seperti robot. Mereka hanya masuk, mengajar lalu
pulang. Mereka tidak memiliki kepedulian terhadap kesulitan atau masalah siswa
dalam menerima materi, apalagi kepedulian terhadap masalah sesama guru dan sekolah
pada umumnya. Mereka tidak peduli dan mirip robot yang selalu menjalankan
perintah berdasarkan apa saja yang sudah diprogramkan.
Kedua,
guru materialistik, yakni guru yang selalu melakukan hitung-hitungan, mirip
dengan aktivitas jual beli atau lainnya. Parahnya yang dijadikan patokan adalah
“hak” yang mereka terima, barulah “kewajiban” mereka akan dilaksanakan
tergantung dari hak yang mereka dapatkan. Guru ini pada awalnya merasa
profesional, namun akan terjebak pada “kesombongan” dalam bekerja. Sehingga
tidak terlihat bonafiditasnya dalam bekerja.
Munculnya program sertifikasi guru memberikan gambaran yang
jelas betapa masih banyak diantara kita yang memiliki sifat seperti itu. Dengan
mendapatkan tunjangan profesi satu kali gaji, guru yang seharusnya mengalami
perubahan dan lebih profesional ternyata dimata banyak pihak tidak mengalami
perubahan yang berarti bahkan cenderung stagnan. banyak guru yang
telah lolos sertifikasi ternyata tidak menunjukkan peningkatan kompetensi yang
signifikan.
Ketiga,
gurunya manusia, yakni guru yang mempunyai keihklasan dalam hal mengajar dan
belajar. Guru yang mempunyai keyakinan bahwa terget pekerjaannya adalah membuat
para siswa berhasil memahami materi-materi yang diajarkan, guru yang memiliki
produktifitas, berharap hasil yang terbaik. Guru yang ikhlas untuk intropeksi
apabila ada siswa yang tidak memahami materi yang diajarkan. Gurunya manusia,
juga guru yang membutuhkan “penghasilan” untuk memenuhi kebutuhan hidup, hanya
bedanya dengan guru materialistik adalah mereka menempatkan penghasilan sebagai
akibat yang didapat dengan menjalankan kewajibannya, yakni keikhlasan belajar
dan mengajar.
Gurunya manusia memiliki keyakinan bahwa guru yang kaya pada
dasarnya adalah guru yang memiliki tabungan kebaikan yang melimpah (surplus kebaikan),
menjadikan profesinya sebagai investasi jangka panjang yang penilaiannya bukan
dari banyaknya penghasilan yang dikumpulkan, melainkan dari banyaknya ilmu yang
diberikan dan dimanfaatkan bagi perbaikan generasi mendatang.
Ada
tiga karekter perilaku yang seyogyanya dihindari oleh para pendidik yang
menginginkan dirinya sebagai gurunya manusia. Tiga virus yang sering
menggerogoti spirit seorang pendidik, begitu cepat menular, tumbuh bak jamur
dimusim hujan. Virus itu antara lain,
pertama,
virus sak geleme (semaunya). Virus ini mudah menyerang bagi
seorang pendidik. Prilaku ini sangat berhubungan dengan motivasi pendidik.
Apabila seorang pendidik sudah tidak menghadirkan dirinya sebagai seorang
motivator, apa jadinya anak-anak yang didiknya. Prilaku sak geleme
menandakan sebagai pendidik yang tidak mempunyai motivasi mendidik.
Kedua,
virus sak bisane (sebisanya). Virus ini sudah menyangkut
visi seorang guru, idealisme pendidik dalam pembuatan lesson plan,
budaya konsultasi, ketelitian observasi dan pengembangan kreativitas. Artinya
prilaku sak bisane mencerminkan ia tidak mempunyai visi sebagai
pendidik, tidak mau belajar untuk menjadi cerdas.
Dan ketiga, virus sak tekane
(sesampainya). Virus ini sangat erat hubungannya dengan produktivitas guru dan
target guru, tidak hanya target kedisiplinan dalam dirinya, mereka pun tidak
mempunyai tujuan yang ingin dicapai untuk keberhasilan dan ketuntasan dalam
kegiatan belajar mengajar. Prilaku sak tekanemenggambarkan ia tidak
mempunyai tujuan dan target sebagai pendidik.
Kesimpulan dari uraian di atas
adalah, untuk menjadi gurunya manusia maka kita harus banyak belajar agar dapat
mewarisi sifat-sifat kenabian yaitu Shidiq, Amanah, Fathonah dan Tabligh.
Dengan sifat-sifat ini, kita berharap memiliki visi yang benar dalam mendidik,
menjadi taladan bagi peserta didik, mamapu memotivasi siswa untuk menjadi lebih
baik dan produktif dalam menghasilkan karya-karya yang bermanfaat untuk orang
lain.
D. CIRI-CIRI GURUNYA MANUSIA
Benar, tidak
sederhana untuk siap menjadi guru. Guru adalah profesi yang unik. Hampir semua
dimensi kemampuan harus melekat pada guru. Guru itu persis seperti ‘holistic
brain’ , yaitu menggunakan otak kiri dan kanan secara proporsional. Dengan kata
lain guru adalah seniman tingkat tinggi. Guru itu seniman yang tepat waktu.
Guru itu seniman yang mau membuat perencanaan. Guru itu seniman yang
memperhatikan dan melayani siswanya bagai anak sendiri dan mendidiknya dengan
hati.
Bagaimana
untuk bisa menjadi gurunya manusia? Pertama yang harus ditata adalah paradigma
guru memandang siapa sih anak didiknya itu? Manusia atau robot? Masih ingat
pidato Kaisar Hirohito tahun 1945, setelah negara Jepang hancur oleh bom atom.
“Masih ada berapakah orang guru yang masih hidup? Selamatkan mereka, Sebab dengan
merekalah negara ini bisa bangkit kembali. Dan benar 30 tahun kemudian Jepang
menjadi negara adidaya di Asia kembali dengan kualitas pendidikan yang baik.
Guru adalah
masa depan bangsa. Jika guru di sebuah negara cara kerjanya profesional, maka
negara itu maju. Sebaliknya, jika para gurunya tidak berkualitas, biasanya
negara tersebut terpuruk dari berbagai bidang. Gurunya Manusia adalah guru yang
profesional. Dan setiap guru harus dan mampu menjadi gurunya manusia.
Lalu jika anda sekarang ini adalah seorang guru,
apakah masuk kategori gurunya manusia atau gurunya robot?
Ciri-ciri gurunya manusia:
·
Strategi
Multiple Intelligences
·
Mengembangkan
Apersepsi
·
Membentuk
Guardian Angel
·
Mengajar
dengan Hati
·
Menjadi Sosok yang Menyenangkan bagi Siswa
·
Meraih
Gelombang Alfa Siswa
·
Menjadi Sekolah Terbaik
Nah, guru harus “merebut hati” hati
anak didiknya. Guru harus proaktif untuk memperoleh hak tersebut. Bagaimana
caranya? seorang guru sejati, guru yang dirindukan siswanya, guru profesional
yang dapat menjalankan Sekolahnya Manusia. Dengan menjadi Gurunya Manusia, guru
sebagai ujung tombak pendidikan di Sekolahnya Manusia akan menghasilkan
generasi yang berkualitas.
Menurut Anies
Baswedan, Ph.D, rektor Universitas Paramadina dalam sebuah kata pengantarnya,
seorang guru mesti menguasai dua konsep dasar, yaitu kepengajaran (pedagogi)
dan kepemimpinan. Guru harus mengerti dan bisa mempraktikkan konsep pedagogi
yang efektif agar tujuan pendidikan tercapai. Namun tak dapat dimungkiri bahwa
kondisi tiap zaman berbeda. Begitu pula kondisi tiap daerah. Banyak sekali
faktor yang berpengarh pada keberhasilan pendidikan. Guru saat ini haruslah
senantiasa up-to-date terhadap perkembangan ilmu pedagogi.
Konsep lain
yang penting adalah kepemimpinan. Guru adalah pemimpin di kelas bagi para
muridnya. Guru mesti memberikan contoh yang baik kepada para muridnya. Akhlak
guru memancar menjadi inspirasi pembentukan karakter murid-murid. Tidak hanya
demikian, guru juga harus bisa memberikan motivasi kepada para muridnya di
dalam kelas. Hal yang penting lagi bagi guru, menurut Anis Baswedan, Ph.D,
adalah bahwa guru itu harus senantiasa belajar untuk meningkatkan kualitas
dirinya. Tidak dapat dimungkiri lagi bahwa arus perkembangan dan perubahan
zaman begitu drastis dan berjalan sangat cepat. Oleh karenanya, guru juga harus
mampu menghadapi arus perubahan tersebut. Akhirnya, dengan menjadi guru yang
hebat yang menjadi gurunya manusia sangat inspiratif sebagai pedoman untuk
meningkatkan kualitas guru guna menuju pendidikan progresif dan visioner.
Carut-marutnya pendidikan di Indonesia saat ini memang tidak bisa dimungkiri
lagi adanya. Sebagai salah satu solusinya adalah peningkatan kualitas guru yang
nantinya akan mampu mendidik para peserta didik dengan baik.
BAB
IV
KESIMPULAN
Tindakan
Kaisar Jepang, Kaisar Hirohito adalah ciri pemimpin bangsa yang sadar akan
pentingnya pendidikan dan guru. Kaisar Hirohito sangat sadar bahwa kemajuan dan
kebangkitan suatu bangsa itu dimulai dari sumber daya manusianya. Sementara
sumber daya manusia yang baik itu bisa dicapai dengan pendidikan. Sedangkan
faktor yang penting dalam pendidikan pada masa itu adalah keberadaan guru. Hal
ini seharusnya dicontoh oleh pemimpin bangsa kita agar tidak terpuruk
kondisinya.
Guru adalah
orang yang bisa mengajar murid-muridnya. Guru adalah sosok yang bisa
mengarahkan pendidikan bagi para murid yang dididiknya. Guru adalah pendidik,
pengajar, dan fasilitator bagi para muridnya. Oleh karenanya, sosok guru
menjadi sangat urgen dalam dunia pendidikan. Salah satu faktor keberhasilan
pendidikan juga ditentukan oleh guru.
Gurunya manusia adalah guru yang
punya keikhlasan dalam mengajar dan belajar. Guru yang punya keyakinan bahwa
target pekerjaannya adalah membuat para siswa berhasil memahami materi-materi
yang diajarkan. Guru yang ikhlas akan berintrospeksi apabila ada siswa yang
tidak memahami materi ajar. Guru yang berusaha meluangkan waktu untuk belajar
sebab mereka sadar, profesi guru tidak boleh berhenti untuk belajar
Gurunya manusia
memiliki karakter yang mulia, budi pekerti, moral, dan etika yang luhur, serta
memiliki kompetensi yang berkualitas. Dengan demikian, gurunya manusia bukanlah
guru robot yang kinerjanya mirip seperti robot. Guru robot hanya peduli pada
beban materi yang harus disampaikan kepada para murid di waktu kegiatan
belajar-mengajar dilaksanakan.
Gurunya manusia
juga tidak berkarakter materialis. Guru materialistis hanya mementingkan
materi-finansial belaka. Guru materialistis adalah guru yang selalu melakukan
perhitungan, hal ini seperti yang dilakukan oleh para pelaku bisnis. Guru
seperti itu hanya mengincar dan menghitung berapa besar gaji yang diberikan
sehingga terkadang menimbulkan ketidakikhlasan dalam mendidik para murid.
Gurunya manusia
bersikap profesional, personal, sosial, dan pedagogik. Di hadapan guru, setiap
murid berpotensi menjadi juara. Gurunya manusia tidak mendiskriminasi setiap
muridnya atau sebagian murid yang memiliki perbedaan dan kelainan. Dia selalu
mengajar dengan hati, memahami kemampuan murid dan terus menjelajahinya,
mengajar dengan cara yang menyenangkan dan menarik, serta mampu menempatkan
diri sebagai fasilitator yang baik terhadap pelaksanaan kegiatan
belajar-mengajar.
Menjadi guru
hebat yang total bekerja telah dilakukan oleh sosok guru yang bernama Erin
Gruwell ataupun Bu Muslimah. Mereka mampu mengubah keadaan dari sesutu yang
biasa menjadi luar biasa.
BAB
V
DAFTAR
PUSTAKA
Chatib, Munif (2011), Gurunya Manusia Penulis. Bandung: Kaifa
------------------------http://munifchatib.wordpress.com.
Jazari, Muhammad
(18 June 2011 06:15), Menjadi Gurunya
Manusia,
(sman1karanggede.sch.id)
Narbuko,
Sidi (2011), Massidi-massidi.blogspot.com