Selasa, 21 Februari 2012

Guru Hebat Gurunya Manusia


REFLEKSI FILM FREEDON OF WRITINGS
DAFTAR ISI


DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………….2
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………..3
BAB II PERMASALAHAN……………………………………………………………...6
BAB III KESIMPULAN………………………………………………………………...16
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………17



BAB I
PENDAHULUAN

Film drama yang sangat menyentuh. Diangkat dari kisah nyata dan menurut saya setara “Laskar Pelangi” kalau di Indonesia.  Cerita yang diangkat agak mirip yaitu ber-setting di sebuah sekolah dan aktor utama seorang guru yang harus berhadapan situasi yang tidak diharapkan saat masih dibangku kuliah. Seorang guru bahasa Inggris yang mendorong anak didiknya untuk merubah hidup lewat menulis. Bedanya, "Freedom Writers" bercerita dengan latar belakang kerusuhan antar gang ras di Amerika sementara “Laskar Pelangi” bercerita tentang kondisi sekolah swasta yang miskin dan hampir digusur karena tidak memenuhi syarat jumlah.
Hillary Swank yang berperan sebagai guru baru bernama Erin Gruwell ditempatkan di sebuah sekolah umum sebagai guru muda. Erin Gruwell kemudian masuk di sekolah ini dengan membawa idealisme yang tinggi. Dengan kemampuannya, Erin mampu menyentuh hati siswanya hingga mengubah mereka yang brutal menjadi siswa yang normal seperti yang lainnya. Semangatnya yang membara mampu menaklukan tantangan. Lewat berbagai cara, akhirnya ia mendapat perhatian dari anak didiknya dan mulailah terjadi perubahan. Bahkan tidak hanya itu, benih pembauran mulai tumbuh diantara para murid. Tetapi, tentu saja tidak semudah itu keberhasilan dicapai. Ada banyak halangan mulai dari para anggota gang lain sampai dengan para guru yang tidak senang kepada Gruwell. Bahkan suami Gruwell meninggalkannya karena menurut dia Gruwell lebih mementingkan karirnya daripada kehidupan berkeluarga.
Begitu pula dengan Bu Muslimah dalam film “Laskar Pelangi” dimana untuk memperjuangkan anak-anak miskin, beliau harus mengorbankan segala yang dipunyainya. Bahkan dengan pendapatan yang tidak seberap beliau bersemangat untuk mengajar. Dan ibu Muslimah bahagia dengan profesinya walau berat.
Ini adalah novel pertama dari Andrea Hirata Seman. Diawali saat SD Muhammadiyah, sekolah kampung di Belitong dengan fasilitas yang sangat terbatas bahkan minus, membuka pendaftaran untuk murid baru kelas satu. Hingga saat-saat terakhir pendaftaran hanya 9 orang anak yang mendaftar dan siap masuk kelas di hari pertama. Padahal sekolah reot ini sudah diancam untuk membubarkan diri jika murid barunya kurang dari 10 orang.
Di kalangan bawah, menyekolahkan anak berarti mengikatkan diri pada beban biaya yang harus ditanggung selama bertahun-tahun. Dan tertutupnya kesempatan untuk mempekerjakan si anak secara penuh waktu demi membantu mengurangi beban hidup yang semakin berat.
Jika tak ada Harun, seorang anak berusia 15 tahun dengan keterbelakangan mental, yang disekolahkan oleh ibunya agar tidak cuma mengejar anak ayam di rumah, tentu tidak pernah terjadi kisah ini. Ikal tidak akan pernah bertemu, berteman satu kelas dengan Lintang, Mahar, Syahdan, A Kiong, Kucai, Borek alias Samson, Sahara, Trapani, dan Harun. Tidak akan pernah bertemu Bu Muslimah, guru penuh kasih namun penuh komitmen untuk mencerdaskan anak didiknya. Dan tidak akan pernah ada Laskar Pelangi, yang di musim hujan selalu melakukan ritual melihat pelangi sore hari dengan bertengger di dahan-dahan pohon filicium yang ada di depan kelas mereka.
Anak-anak Laskar Pelangi dalam keterbatasan dan kesederhanaan bisa menemukan pencapaian puncak dan petualangan seru di masa kanak-kanak hingga remajanya. Kesederhanaan mereka memang membatasi, dan kadang membuat mereka sedih dan minder, tapi mereka tidak tenggelam dalam keluhan dan tangisan. Anak-anak itu tetap berjuang hingga batas terakhir kemampuannya.
Dipandu oleh guru hebat seperti Bu Muslimah, seorang ibu guru yang mengabdikan hidupnya untuk mendidik anak-anak walaupun tidak memberikan materi yang mencukupi. Wanita lembut penuh kasih tapi juga bisa tegas ketika anak didiknya melenceng dari jalur. Dia memberikan kesempatan anak didiknya untuk berkembang seluas-luasnya, walau tetap dalam keterbatasan.


BAB II
PERMASALAHAN

            Dari kedua tokoh itu, baik Erin Gruwell  maupun Ibu Muslimah merupakan Guru hebat. Mereka juga mampu menciptakan inovasi pembelajaran yang hebat, serta mampu menghatarkan anak didiknya menjadi orang-orang hebat. Tanpa bimbingannya niscaya hal itu terjadi.
Menjadi guru sesungguhnya jabatan yang dimuliakan. Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru.
Dalam agama Hindu guru merupakan simbol bagi suatu tempat suci yang berisi ilmu (vidya) dan juga pembagi ilmu. Seorang guru adalah pemandu spiritual/kejiwaan murid-muridnya. Dalam agama Budha guru adalah orang yang memandu muridnya dalam jalan menuju kebenaran. Murid seorang guru memandang gurunya sebagai jelmaan Budha atau Bodhisattva.
Dalam agama Sikh, guru mempunyai makna yang mirip dengan agama Hindu dan Buddha, namun posisinya lebih penting lagi, karena salah satu inti ajaran agama Sikh adalah kepercayaan terhadap ajaran Sepuluh Guru Sikh. Hanya ada sepuluh Guru dalam agama Sikh, dan Guru pertama, Guru Nanak Dev, adalah pendiri agama ini.
Orang India, China, Mesir, dan Israel menerima pengajaran dari guru yang merupakan seorang imam atau nabi. Oleh sebab itu seorang guru sangat dihormati dan terkenal di masyarakat serta menganggap guru sebagai pembimbing untuk mendapat keselamatan dan dihormati bahkan lebih dari orang tua mereka.
Dari latar belakang tersebut diatas, maka akan muncul suatu permasalahan ketika paradikma mulia berhadapan dengan paradikma dunia nyata seperti sekarang ini. Jabatan guru syarat dengan masalah, menjadi guru tidak lagi bisa diharapkan bagi sebagian besar anak-anak yang punya potensi. Jabatan guru hanya sebagai profesi alternatif ketika “menthok” untuk mendapatkan profesi yang diharapkan. Banyak sarjana hukum, sarjana ekonomi ataupun lainnya menjadi guru setelah gagal dalam meniti karirnya. Banyak yang mengaku pengamat, maupun praktisi pendidikan yang berlatar belakang bukan dari dunia pendidikan dan mereka mengklaim Ahli/Pakar/Pemerhati Pendidikan.
Menjadi guru tidak saja berbekal materi dan kemampuan semata, melainkan membutuhkan pelatihan khusus. Pelatihan inilah yang membedakan mereka dengan sebutan profesional dibidangnya yaitu profesi pendidikan. Mustahil kalau mereka menganggap profesional kalau saja mereka tidak berbekal cukup guna menunjang profesinya.


BAB III
PEMBAHASAN

A.    SAATNYA MENJADI GURU YANG HEBAT
Siswa mengharapkan kehadiran guru yang hebat. Bagi siswa , guru yang hebat tidak melihat izajah atau banyaknya sertifikat, tetapi guru hebat adalah guru yang dapat memberikan berbagai kebutuhan kemampuan kepada siswa. Jadi menurut saya , dari hasil pengamatan, siswa mengharapkan guru yang multi kemampuan. Kemampuan yang harus dipunyai adalah sebagai berikut : menguasai bidang pelajarannya,, menguasai min satu bidang keterampilan, menjadi agamawan, tidak buta terhadap TIK , Olahraga, kesenian. Mungkin itu yang diharapkan oleh siswa. Seorang guru matematika akan disukai oleh siswanya apabila dibarengi dengan penguasaan terhadap musik misalnya, sehingga ketidaksukaan terhadap matematika akan tertutupi oleh musik.
Guru X  adalah guru matematika , sekarang kuliah lagi S-1 jur. tek informatika, alangkah bagusnya kolaborasi antara matematika dan Informatika, tetapi izajahnya hanya dihargai 5 poin pada DUPAK. padahal ilmu informatikanya sangat bermanfaat bagi semuanya, siswa, guru, sekolah. Pemerintah lebih menghargai guru Y adalah guru matematika juga , kuliah di S-2 kampung habis 30 jt. Kalau bagi siswa maka lebih bermanfaat guru X, karena mempunyai bidang keterampilan yang alngsung dapat dimanfaatkan. Tapi pemerintah nampaknya kurang menghargai guru multi tersebut. Misal dalam DUPAK, S-1 bidang lain hanya dihargai 5 poin (sama dengan 5 kali seminar), sungguh suatu penghargaan yang sangat rendah, padahal manfaat bagi siswanya luar biasa. Dalam sertifikasi , hanya di akui satu bidang saja.adahal bukan tidak mungkin seseorang profesional dalam bidang lainya.
Mengajar bukanlah profesi yang mudah. Untuk menjadi guru hebat melibatkan banyak faktor, yang apabila digabungkan dengan benar, akan menghasilkan kelas yang sangat efektif dan siswa yang produktif.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “hebat” dapat diartikan: terlampau amat sangat ( dahsyat, ramai, kuat, seru, bagus, dsb ). Dalam tulisan ini yang dimaksud kata “hebat” dapat diartikan: ampuh, sangat tinggi mutunya, terampil, memberi pengaruh besar. Dengan kata ini, yang dimaksud guru hebat adalah guru yang memiliki kapasitas melaksanakan semua ciri-ciri pribadi seperti yang didifinisikan itu sehingga mampu memberi dampak sepanjang hidup pada kehidupan para siswanya.
Siswa masuk kelas dengan beragam latar belakang, kemampuan dasar, bakat, tantangan, dan pengalaman. Guru masuk kelas tidak boleh hanya memandang siswanya bagai “sepotong kue” yang mudah dibuatnya dengan resep racikannya sendiri. Upaya guru masuk kelas memerlukan pemikiran mendalam yang terus menerus dikaji sehingga dapat menemukan cara yang tepat untuk menghasilkan cita rasa yang sesuai dengan keinginan tiap-tiap siswa.
Untuk menjadi “Guru Hebat”, menurut Anita Moultrie Turner dalam Recipe for Great Teaching: 11 Essential Ingradients ( 2007 ) ada sebelas bahan utama yang dapat disajikan ke dalam proses pembelajaran di kelas yang bernilai tinggi terhadap harga tinggi pengajaran dan profesi pengajaran. Sebelas bahan utama yang dimaksud adalah:
(1) Rasa cinta dan kepedulian, bahan utama untuk menjadi guru hebat adalah cinta pada diri sendiri, cinta pada profesi dan cinta terhadap siswa. Sebagai guru hebat harus berkata: :Jika saya memberi mereka kebaikan, maka saya dapat menerima kebaikan dari mereka.” Jika siswa mengagumi guru, penghormatan segera muncul.
(2) Komunikasi, sering terjadi proses pembelajaran di kelas bahwa guru hanya mengajar 5 – 10 anak. Mereka bukannya 25 atau 30 atau lebih. Sebagian besar siswa duduk bermalas-malasan dengan gelombang otak yang tidak terarah, tidak mendengarkan atau bermain sendiri. Guru hebat harus mengajar seluruh kelas. Guru harus dapat menciptakan situasi pada anak malas tetapi mau menunjukkan jarinya sehingga mengalami kesuksesan. Sehingga terjadi komunikasi yang harmonis antara guru dan siswanya. Di samping dengan siswa, orang tua juga perlu diajak komunikasi.
(3) Pujian dan harga diri, guru harus optimis dengan melihat sisi baik anak, jangan sebaliknya memandang siswanya dengan pesimistis. “Anton, kau terlambat lagi!” Kalimat ini akan menimbulkan rasa malu pada anak. Lain halnya dengan ucapan, “Anton kemarin kamu datang tepat waktu dan saya senang. Mulai besok datanglah dengan tepat waktu!” Mengajar dengan menggunakan pujian-pujian secara konsisten akan menghasilkan kualitas pembelajaran yang mengagumkan.
(4) Hormat dan harga diri, guru sepenuhnya dapat menjadi model rasa hormat dan harga diri selama jam sekolah. Guru harus memulai dari diri sendiri, dengan menjadi model perilaku menghormati ketika mereka berhubungan dengan rekan kerja dan siswa.
(5) Lingkungan ruang kelas, ciptakan komunitas hangat dan dapat dipercaya bagi para pembelajar. Supaya terjadi komunikasi yang jelas dan konsisten pastikan bahwa kelas adalah milik setiap orang. Ciptakan ruang kelas merupakan lingkungan dengan banyak penglihatan, misalnya: SI, SKL, Visi dan Misi, Pengumuman, Contoh karya siswa, dll. Pengaturan tempat duduk sangat berpengarauh terhadap berlangsungnya proses pembelajarn dan hasil belajar.
(6) Manajemen kelas, guru harus menentukan pedoman, aturan, dan prosedur yang jelas sehingga tercipta interaksi setiap orang di kelas dengan efektif.
(7) Disiplin, bersikaplah adil dan konsisten. Tangani perilaku yang tak diharapkan. Buat kontak mata langsung dengan anak sehingga anak menganggap ada keseriusan. Gunakan kedekatan untuk menempatkan fisik dengan siswa sehingga anak memahami perilakunya tidak pantas. Tangani disiplin dengan tenang, lembut, dan sadar. Lakukan dulu perilaku yang diharapkan untuk ditiru anak. Kaji ulang dengan siswa pada waktu terjadi pelanggaran. Senantiasa konsisten dengan aturan yang dibuat.
(8) Menyusun buku catatan, semua siswa untuk dibiasakan memiliki buku catatan yang berisi tentang hasil kerja siswa. Hal ini diharapkapara siswa belajar bertanggung jawab atas tugas mereka sendiri.
(9) Ketrampilan kehidupan nyata ke dalam kurikulum, sangat penting siswa memahami bahwa keterampilan yang mereka pelajari di sekolah harus diubah ke keterampilan nyata yang mereka perlukan agar menjadi orang dewasa yang sukses, sehat, dan makmur.
(10) Kolaborasi, dalam pembelajaran perlu adanya kolaborasi antar penyelenggara sekolah baik antar guru dengan guru, antar guru dengan karyawan maupun guru dengan orang tua siswa. Perlu dibentuk tim untuk mengadakan pertemuan mingguan dan bulanan, perencanaan pembelajaran, maupun pengamatan ke kelas siswa. Guru hebat memahami pentingnya kerja kolaborasi dengan guru lain.
(11) Penyajian, setelah semua bahan dipersiapkan, guru siap untuk menyajikan ke dalam meja makan pembelajaran. Kelas yang sudah dipersiapkan adalah milik Anda. Anda memiliki kebeasan pribadi yang besar untuk memberikan pengaruh positif pada kehidupan anak. Mengajar merupakan profesi yang bersahaja, terhormat, dan menantang yang mempengaruhi anak-anak, orang tua mereka, dan masyarakat mereka.
B.     CIRI-CIRI GURU HEBAT
Kalau berkata tentang guru, ada ribuan yang dapat diceritakan tentang keguruan. Namun, kalau berbicara guru hebat, hanya segelintir orang yang memenuhi persyaratan. Guru biasa sangat banyak. Guru baik hanya sedikit. Kemudian, guru hebat ya hanya segelintir orang saja.

Kata bijak menyebutkan bahwa guru biasa menjelaskan, guru baik mendemonstrasikan, dan guru hebat menginspirasikan. Oleh karena itu, sekali menjadi guru, ya jadilah guru hebat. Guru hebat adalah guru yang mampu membenamkan konsep keilmuan di memori siswa secara mendalam, membekas, dan dibawa siswa sampai kapan pun. Inspirasi siswa berkembang dengan kreatif dan inovatif karena didasari oleh konsep yang diterima oleh guru. Lalu, bagaimana ciri guru hebat itu?

Ciri guru hebat sebagai berikut.
1.      Ucapan dan intonasinya jelas dan mudah dipahami. Siswa langsung menyerap makna dari ucapan guru tanpa harus berpikir lama dan berputar-putar. Ucapan guru tersistem, mantap, dan berterima dengan kejiwaan siswa.
2.      Bobot keilmuannya sangat dalam dan luas. Sehari-hari, guru hebat mengikuti perkembangan zaman untuk memupuk keluasan keilmuannya. Tren zaman dapat cepat dimaknai oleh guru lalu diolah dengan bahasa guru untuk disajikan ke siswanya.
3.      Orangnya lugas dan sederhana. Karena yang dihadapi adalah siswa bukan orang dewasa, guru hebat selalu menyampaikan keilmuannya dengan lugas dan mudah diterima siswanya.
4.      Bersahabat dan peduli. Guru biasa selalu mengambil jarak dengan siswa karena menurutnya wibawa guru akan terbangun. Namun, tidak untuk guru hebat. Guru hebat bersahabat dengan siswanya sehingga terbangun kedekatan yang akan mempermudah berkomunikasi. Wibawa justru dibangun dari persahabatan antara siswa dengan guru.
5.      Kaya metode dan media. Guru hebat teramat paham kalau siswa itu mudah jenuh, dinamis, dan kreatif. Menurutnya, mengajar harus menyenangkan, dinamis, dan kreatif. Jalan yang harus ditempuh adalah menerapkan pembelajaran dengan multimetode dan multimedia yang sesuai dengan keinginan siswa

C.     MENJADI GURUNYA MANUSIA
“Tidak ada murid yang bodoh, yang ada adalah murid yang tidak berkesempatan bertemu dengan guru yang baik” (Mario Teguh). Pernyataan motivator di atas yang membawa titik kesadaran sangat tinggi pada diri kita bahwa sesungguhnya kita sebagai seorang pendidik yang profesional harus selalu berbenah dan memperbaiki proses belajar mengajar yang biasa kita lakukan.
Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbigan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik di perguruan tinggi.
Kompetensi guru yang sudah lazim didengar dalam pelatihan masih terlalu “gersang” untuk menggerakkan spirit seorang guru. Entah itu yang namanya kompetensi kepribadian, pedagogik, profesional maupun kompetensi sosial seolah menjadi wacana awal seorang pendidik yang kemudian mudah dilupakan, jauh dari character building seorang pendidik.
Tuntutan meningkatkan kemampuan dan kompetensi guru seperti dalam PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar nasional Pendidikan yaitu kompetensi kepribadian, pedagogik, profesional dan sosial
Dalam bukunya “Sekolahnya manusia : Sekolah berbasis  Multiple Intelligences di Indonesia” yang diterbitkan oleh Mizan Pustaka (2009) menyebutkan, untuk menjadi sekolah yang unggul, salah satunya harus memiliki “the best teachers” yang mampu menjadi gurunya manusia, yaitu guru sebagai fasilitator, mengajar dengan menyesuaikan gaya belajar siswa dan selalu memantik rasa ingin tau siswa sehingga menghasilkan pelajaran yang mudah dan menyenangkan. Guru yang baik juga harus memiliki kemaun yang kuat untuk maju.
Dilihat dari faktor “kemauan” untuk maju, maka ada tiga jenis kelompok guru.
Pertama, yakni guru yang bekerja persis seperti robot. Mereka hanya masuk, mengajar lalu pulang. Mereka tidak memiliki kepedulian terhadap kesulitan atau masalah siswa dalam menerima materi, apalagi kepedulian terhadap masalah sesama guru dan sekolah pada umumnya. Mereka tidak peduli dan mirip robot yang selalu menjalankan perintah berdasarkan apa saja yang sudah diprogramkan.
Kedua, guru materialistik, yakni guru yang selalu melakukan hitung-hitungan, mirip dengan aktivitas jual beli atau lainnya. Parahnya yang dijadikan patokan adalah “hak” yang mereka terima, barulah “kewajiban” mereka akan dilaksanakan tergantung dari hak yang mereka dapatkan. Guru ini pada awalnya merasa profesional, namun akan terjebak pada “kesombongan” dalam bekerja. Sehingga tidak terlihat bonafiditasnya dalam bekerja.
Munculnya program sertifikasi guru memberikan gambaran yang jelas betapa masih banyak diantara kita yang memiliki sifat seperti itu. Dengan mendapatkan tunjangan profesi satu kali gaji, guru yang seharusnya mengalami perubahan dan lebih profesional ternyata dimata banyak pihak tidak mengalami perubahan yang berarti bahkan cenderung stagnan. banyak guru yang telah lolos sertifikasi ternyata tidak menunjukkan peningkatan kompetensi yang signifikan.
Ketiga, gurunya manusia, yakni guru yang mempunyai keihklasan dalam hal mengajar dan belajar. Guru yang mempunyai keyakinan bahwa terget pekerjaannya adalah membuat para siswa berhasil memahami materi-materi yang diajarkan, guru yang memiliki produktifitas, berharap hasil yang terbaik. Guru yang ikhlas untuk intropeksi apabila ada siswa yang tidak memahami materi yang diajarkan. Gurunya manusia, juga guru yang membutuhkan “penghasilan” untuk memenuhi kebutuhan hidup, hanya bedanya dengan guru materialistik adalah mereka menempatkan penghasilan sebagai akibat yang didapat dengan menjalankan kewajibannya, yakni keikhlasan belajar dan mengajar.
Gurunya manusia memiliki keyakinan bahwa guru yang kaya pada dasarnya adalah guru yang memiliki tabungan kebaikan yang melimpah (surplus kebaikan), menjadikan profesinya sebagai investasi jangka panjang yang penilaiannya bukan dari banyaknya penghasilan yang dikumpulkan, melainkan dari banyaknya ilmu yang diberikan dan dimanfaatkan bagi perbaikan generasi mendatang.
Ada tiga karekter perilaku yang seyogyanya dihindari oleh para pendidik yang menginginkan dirinya sebagai gurunya manusia. Tiga virus yang sering menggerogoti spirit seorang pendidik, begitu cepat menular, tumbuh bak jamur dimusim hujan. Virus itu antara lain, 
pertama, virus sak geleme (semaunya). Virus ini mudah menyerang bagi seorang pendidik. Prilaku ini sangat berhubungan dengan motivasi pendidik. Apabila seorang pendidik sudah tidak menghadirkan dirinya sebagai seorang motivator, apa jadinya anak-anak yang didiknya. Prilaku sak geleme menandakan sebagai pendidik yang tidak mempunyai motivasi mendidik.
Kedua, virus sak bisane (sebisanya). Virus ini sudah menyangkut visi seorang guru, idealisme pendidik dalam pembuatan lesson plan, budaya konsultasi, ketelitian observasi dan pengembangan kreativitas. Artinya prilaku sak bisane mencerminkan ia tidak mempunyai visi sebagai pendidik, tidak mau belajar untuk menjadi cerdas.
Dan ketiga, virus sak tekane (sesampainya). Virus ini sangat erat hubungannya dengan produktivitas guru dan target guru, tidak hanya target kedisiplinan dalam dirinya, mereka pun tidak mempunyai tujuan yang ingin dicapai untuk keberhasilan dan ketuntasan dalam kegiatan belajar mengajar. Prilaku sak tekanemenggambarkan ia tidak mempunyai tujuan dan target sebagai pendidik.
Kesimpulan dari uraian di atas adalah, untuk menjadi gurunya manusia maka kita harus banyak belajar agar dapat mewarisi sifat-sifat kenabian yaitu Shidiq, Amanah, Fathonah dan Tabligh. Dengan sifat-sifat ini, kita berharap memiliki visi yang benar dalam mendidik, menjadi taladan bagi peserta didik, mamapu memotivasi siswa untuk menjadi lebih baik dan produktif dalam menghasilkan karya-karya yang bermanfaat untuk orang lain.

D.    CIRI-CIRI GURUNYA MANUSIA
Benar, tidak sederhana untuk siap menjadi guru. Guru adalah profesi yang unik. Hampir semua dimensi kemampuan harus melekat pada guru. Guru itu persis seperti ‘holistic brain’ , yaitu menggunakan otak kiri dan kanan secara proporsional. Dengan kata lain guru adalah seniman tingkat tinggi. Guru itu seniman yang tepat waktu. Guru itu seniman yang mau membuat perencanaan. Guru itu seniman yang memperhatikan dan melayani siswanya bagai anak sendiri dan mendidiknya dengan hati.
Bagaimana untuk bisa menjadi gurunya manusia? Pertama yang harus ditata adalah paradigma guru memandang siapa sih anak didiknya itu? Manusia atau robot? Masih ingat pidato Kaisar Hirohito tahun 1945, setelah negara Jepang hancur oleh bom atom. “Masih ada berapakah orang guru yang masih hidup? Selamatkan mereka, Sebab dengan merekalah negara ini bisa bangkit kembali. Dan benar 30 tahun kemudian Jepang menjadi negara adidaya di Asia kembali dengan kualitas pendidikan yang baik.
Guru adalah masa depan bangsa. Jika guru di sebuah negara cara kerjanya profesional, maka negara itu maju. Sebaliknya, jika para gurunya tidak berkualitas, biasanya negara tersebut terpuruk dari berbagai bidang. Gurunya Manusia adalah guru yang profesional. Dan setiap guru harus dan mampu menjadi gurunya manusia.
Lalu jika anda sekarang ini adalah seorang guru, apakah masuk kategori gurunya manusia atau gurunya robot?
Ciri-ciri gurunya manusia:
·         Strategi Multiple Intelligences
·         Mengembangkan Apersepsi
·         Membentuk Guardian Angel
·         Mengajar dengan Hati
·          Menjadi Sosok yang Menyenangkan bagi Siswa
·         Meraih Gelombang Alfa Siswa
·          Menjadi Sekolah Terbaik

            Nah, guru harus “merebut hati” hati anak didiknya. Guru harus proaktif untuk memperoleh hak tersebut. Bagaimana caranya? seorang guru sejati, guru yang dirindukan siswanya, guru profesional yang dapat menjalankan Sekolahnya Manusia. Dengan menjadi Gurunya Manusia, guru sebagai ujung tombak pendidikan di Sekolahnya Manusia akan menghasilkan generasi yang berkualitas.
Menurut Anies Baswedan, Ph.D, rektor Universitas Paramadina dalam sebuah kata pengantarnya, seorang guru mesti menguasai dua konsep dasar, yaitu kepengajaran (pedagogi) dan kepemimpinan. Guru harus mengerti dan bisa mempraktikkan konsep pedagogi yang efektif agar tujuan pendidikan tercapai. Namun tak dapat dimungkiri bahwa kondisi tiap zaman berbeda. Begitu pula kondisi tiap daerah. Banyak sekali faktor yang berpengarh pada keberhasilan pendidikan. Guru saat ini haruslah senantiasa up-to-date terhadap perkembangan ilmu pedagogi.
Konsep lain yang penting adalah kepemimpinan. Guru adalah pemimpin di kelas bagi para muridnya. Guru mesti memberikan contoh yang baik kepada para muridnya. Akhlak guru memancar menjadi inspirasi pembentukan karakter murid-murid. Tidak hanya demikian, guru juga harus bisa memberikan motivasi kepada para muridnya di dalam kelas. Hal yang penting lagi bagi guru, menurut Anis Baswedan, Ph.D, adalah bahwa guru itu harus senantiasa belajar untuk meningkatkan kualitas dirinya. Tidak dapat dimungkiri lagi bahwa arus perkembangan dan perubahan zaman begitu drastis dan berjalan sangat cepat. Oleh karenanya, guru juga harus mampu menghadapi arus perubahan tersebut. Akhirnya, dengan menjadi guru yang hebat yang menjadi gurunya manusia sangat inspiratif sebagai pedoman untuk meningkatkan kualitas guru guna menuju pendidikan progresif dan visioner. Carut-marutnya pendidikan di Indonesia saat ini memang tidak bisa dimungkiri lagi adanya. Sebagai salah satu solusinya adalah peningkatan kualitas guru yang nantinya akan mampu mendidik para peserta didik dengan baik.


BAB IV
KESIMPULAN

Tindakan Kaisar Jepang, Kaisar Hirohito adalah ciri pemimpin bangsa yang sadar akan pentingnya pendidikan dan guru. Kaisar Hirohito sangat sadar bahwa kemajuan dan kebangkitan suatu bangsa itu dimulai dari sumber daya manusianya. Sementara sumber daya manusia yang baik itu bisa dicapai dengan pendidikan. Sedangkan faktor yang penting dalam pendidikan pada masa itu adalah keberadaan guru. Hal ini seharusnya dicontoh oleh pemimpin bangsa kita agar tidak terpuruk kondisinya.
Guru adalah orang yang bisa mengajar murid-muridnya. Guru adalah sosok yang bisa mengarahkan pendidikan bagi para murid yang dididiknya. Guru adalah pendidik, pengajar, dan fasilitator bagi para muridnya. Oleh karenanya, sosok guru menjadi sangat urgen dalam dunia pendidikan. Salah satu faktor keberhasilan pendidikan juga ditentukan oleh guru.
Gurunya manusia adalah guru yang punya keikhlasan dalam mengajar dan belajar. Guru yang punya keyakinan bahwa target pekerjaannya adalah membuat para siswa berhasil memahami materi-materi yang diajarkan. Guru yang ikhlas akan berintrospeksi apabila ada siswa yang tidak memahami materi ajar. Guru yang berusaha meluangkan waktu untuk belajar sebab mereka sadar, profesi guru tidak boleh berhenti untuk belajar
Gurunya manusia memiliki karakter yang mulia, budi pekerti, moral, dan etika yang luhur, serta memiliki kompetensi yang berkualitas. Dengan demikian, gurunya manusia bukanlah guru robot yang kinerjanya mirip seperti robot. Guru robot hanya peduli pada beban materi yang harus disampaikan kepada para murid di waktu kegiatan belajar-mengajar dilaksanakan.
Gurunya manusia juga tidak berkarakter materialis. Guru materialistis hanya mementingkan materi-finansial belaka. Guru materialistis adalah guru yang selalu melakukan perhitungan, hal ini seperti yang dilakukan oleh para pelaku bisnis. Guru seperti itu hanya mengincar dan menghitung berapa besar gaji yang diberikan sehingga terkadang menimbulkan ketidakikhlasan dalam mendidik para murid.
Gurunya manusia bersikap profesional, personal, sosial, dan pedagogik. Di hadapan guru, setiap murid berpotensi menjadi juara. Gurunya manusia tidak mendiskriminasi setiap muridnya atau sebagian murid yang memiliki perbedaan dan kelainan. Dia selalu mengajar dengan hati, memahami kemampuan murid dan terus menjelajahinya, mengajar dengan cara yang menyenangkan dan menarik, serta mampu menempatkan diri sebagai fasilitator yang baik terhadap pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar.
Menjadi guru hebat yang total bekerja telah dilakukan oleh sosok guru yang bernama Erin Gruwell ataupun Bu Muslimah. Mereka mampu mengubah keadaan dari sesutu yang biasa menjadi luar biasa.

BAB V
DAFTAR PUSTAKA

Chatib, Munif (2011), Gurunya Manusia Penulis. Bandung: Kaifa
------------------------http://munifchatib.wordpress.com.
Jazari, Muhammad (18 June 2011 06:15), Menjadi Gurunya Manusia,              
                              (sman1karanggede.sch.id)
Narbuko, Sidi (2011), Massidi-massidi.blogspot.com


Senin, 20 Februari 2012

Ceritaku


Entahlah …apa yang akan kutulis hari ini. Ga ada ide, ga ada moood membosankan. Didepan kelas tak ada yang bisa kuperbuat… nungguin tes harian…mondar mandir kaya sertikaan. Jadi tambah ga enak sama-anak-anak. Mendingan kutulis sesuatu kali bermanfaat.
 Kelas samping rame banget, ga ada guru nampaknya. Sesekali terdengar suara jeritan dari kaum hawa…glabrukan. Huh…lengkap sudah semuanya kaya pasar,anak-anak namapaknya terlantar. Ada yang lari bahkan main bola dikelas. Bagaimana ya kalau saja orang tua mereka tau aktifitas anaknya disekolah. Pasti mereka kecewa banget karena ini bukan gamabaran yang mereka inginkan.
Pagi hari biasanya bangun pagi dan diurus semua keperluannya, mereka tidak mau nasib buruk menimpa anaknya. Dengan sekuat tenaga dan harapan besar ingin buah hatinya sukses mengarungi hidup. Hujan dan panas tidak peduli untuk mendukungnya masuk sekolah tapi sayang mereka kurang diperhatikan. Kasihan perjuangannya kalau saja tidak setimbal dengan yang diperjuangkan.